Abu Bakar Ash Shiddiq
Lebih Baik Daripada Keluarga Fir’aun Yang Mukmin

Imam Ibnul Qayyim
rahimahullah berkata tentang keutamaan –keutamaan ash Shiddiq radhiyallahu
‘anhu, “Dia lebih baik dari seorang laki-laki yang beriman dari keluarga
Fir’aun karena laki-laki ini menyembunyikan imannya, sedangkan Abu Bakar
menampakkannya. Abu Bakar juga lebih baik daripada seorang laki-laki yang
beriman dari keluarga Yasin karena dia hanya berjihad beberapa saat, sedangkan
Abu Bakar berjihad bertahun-tahun.
Dia melihat burung
kemiskinan berputar-putar di atas biji itsar dan dia berkata, “Barangsiapa
meminjami Allah dengan pinjaman yang baik.” (QS.AL Baqarah 245), maka dia
melemparkan koin-koin dirham di atas kebun keridhaan dan dai sendiri tidur
telentang di atas ranjang kemiskinan, maka burung itu membawa biji-biji
tersebut ke dalam kantong pelipatgandaan, kemudia ia terbang ke dahan-dahan
pohon kebenaran melagukan berbagai macam pujian kemudian dia berdiri di
mihrab-mihrab Islam sambil membaca, ‘Dan akan dijauhkan hartanya (dijalan
Allah) untuk membersihkan (dirinya).” (QS.Al Lail : 17-18)
Ayat-ayat dan
hadits-hadits membicarakan keutamaannya, orang-orang Muhajirin dan Anshar
sepakat membaiatnya. Wahai orang-orang yang membenci Abu Bakar, hati kalian
membara setiap kali namanya disebut, kehinaan menaungi kalian setiap
keutamaan-keutamaannya di baca.
Adakah orang-orang
Syiah Rafidhah yang kafir ini tidak menyimak firman Allah Ta’ala:
“…Sedangkan dia
salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada di dalam gua..” (QS.At
Taubah: 40)
Abu Bakar di ajak
kepada Islam, dia sama sekali tidak ragu atau bimbang untuk menerimanya,
berjalan di atas jalan yang benar tanpa terpeleset atau terjatuh, sabar
sepanjang hidupnya dibawah ancaman musuh serta tikaman pedang tajamnya, dan
banyak berinfak dan tidak merasa cukup dengan sedikit sampai maut menghampirinya.
Demi Allah, ditangannya satu dinar diproses sehingga menjadi dua dinar:
“…Sedangkan dia
salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada di dalam gua..” (QS.At
Taubah: 40)
Siapa teman akrab Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pada masa muda?
Siapa Sahabat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang pertama beriman kepada beliau?
Siapa yang berfatwa di
hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan jawaban yang cepat?
Siapa orang pertama
yang shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Siapa orang yang
terakhir shalat dengan (mengimami) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Siapa yang dikubur di
samping Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah wafat? Akuilah hak tetangga.
Pada saat kabilah Arab
murtad, dia bangkit dengan pemahaman tajam. Dia menjelaskan makna yang lembut
(tidak diketahui banyak orang) dari Al Qur’an berkat kejeliannya yang tajam,
orang yang menyintai bangga dengan keunggulan-keunggulannya sementara pembenci
hanya bisa menahan kejengkelan.
Orang-orang Rafidhah
berlari dengan kemarahan dari majelis di mana di situ Abu Bakar disebut dan
disanjung, namun kemana tempat berlari?
Berapa kali Abu Bakar
melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan harta dan jiwanya.
Dia adalah orang khusus Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hidup,
tetangga dalam kubur, keutamaan-keutamaannya yang agung, bebas dari kesamaran.
Sungguh aneh, orang
yang berusaha menutupi cahaya matahari disiang bolong. Keduanya masuk ke dalam
gua yang tidak dihuni oleh seseorang, maka ash Shiddiq khawatir terjadi sesuatu
pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Jangan takut, apa dugaanmu dengan dua
orang dimana yang ketiganya adalah Allah?” maka ketenangan turun, kekhawatiran
terhadap terjadinya sesuatu lenyap, kecemasan hilang, orang yang tinggal di
dalam gua berubah menjadi tentram, maka penyeru kemenangan berteriak di atas
mimbar berbagai negeri:
“…Sedangkan dia
salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada di dalam gua..” (QS.At
Taubah: 40)
Demi Allah,
menyintainya adalah puncak agama Tauhid yang lurus, dan membencinya menunjukkan
kebusukan hati pemiliknya. Dia adalah Sahabat dan kerabat terbaik, hujjah atas
itu sangat kuat. Seandainya khilafahnya tidak sah tidak dikatakan untuknya Ibnu
Hanafiyah. Pelan-pelan saja, sebab darah orang-orang Rafidhah sedang mendidih.
Demi Allah, kami tidak
menyintainya karena hawa nafsu, kami tidak menyakini bahwa selainnya remeh,
namun kami memegang ucapan Ali dan itu sudah cukup bagi kami, ‘Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam rela kepadamu untuk agama kami, apakah kami tidak
rela kepadamu untuk dunia kami?”
Demi Allah, aku telah
membalas dendam terhadap orang-orang Rafidhah.Demi Allah, menyintai ash Shiddiq
merupakan kewajiban atas kita. Kami menetapkan kemuliaan-kemuliaannya dan kami
mengakui dengan yakin ketinggian derajatnya. Siapa yang beraqidah Rafidhah,
hendaklah dia diam seribu basa.”
[Al Fawaid, Ibnu
Qayyim rahimahullah hal.111.113, cet.Darul Khani. Versi terjemah dikutip dari
buku Sahabat Rasulullah, Pustaka Ibnu Katsir)
Dari Ali bin Abi
Thalib Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, “Sungguh, aku telah melihat Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dikerumuni oleh orang-orang Quraisy. Sebagian
mendorong beliau dan sebagian lagi mengoyak-ngoyak badan beliau. Mereka
berkata, ‘Engkaulah orang yang menjadikan tuhan-tuhan yang benyak menjadi satu
tuhan saja.’ Ali berkata, ‘Demi Allah, tidak seorangpun dari kami yang berani
mendekat selain Abu Bakar. Dia mendorong sebagian dari mereka, menyingkirkan
sebagian dari mereka, dan memukul sebagian lagi. Dia berkata, ‘Celaka kalian!
Apakah kamu akan membunuh seseorang karena dia berkata, ‘Rabbku adalah Allah?”
(QS.Ghaafir:28).’ Kemudian Ali mengangkat jubah yang dipakainya. Dia menangis
sampai jenggotnya basah, kemudian berkata, ‘Aku bertanya kepada kalian dengan
nama Allah, apakah seorang laki-laki beriman dari keluarga Fir’aun lebih baik
ataukah Abu Bakar yang lebih baik?’ Mereka terdiam, maka dia berkata, ‘Mengapa
kalian tidak menjawabku?’ Demi Allah, satu saat dari Abu Bakar adalah lebih
baik daripada seribu saat dari seorang laki-laki beriman dari keluarga Fir’aun.
Laki-laki itu menyembunyikan imannya, sedangkan Abu Bakar mengumumkan imannya.”
[Tarikh Khulafaa hal.37]
0 comments:
Post a Comment